17.508 pulau. 273 juta penduduk. 580 bahasa daerah. 300 suku bangsa.
Indonesia dikenal karena angka-angka besar ini. Tapi ada angka lain yang juga menarik: 3,23%. Angka yang mewakili tingkat penetrasi asuransi di negara kepulauan ini lebih kecil dari setengah rata-rata dunia, yaitu 7,3%. Walau terbilang rendah, angka ini mencengangkan, mengingat delapan tahun lalu tingkat penetrasinya hanya 1,96%. Penasihat di Indonesia yakin, inilah indikasi potensi pertumbuhan nasional untuk jasa keuangan dan asuransi di tahun-tahun mendatang.
“Persepsi orang Indonesia tentang asuransi jelas sudah berubah,” kata anggota delapan tahun MDRT Dedy Setio, S.Kom., CFP, dari Jakarta. “Waktu saya pertama kali terjun ke industri ini, mayoritas besar orang anti-asuransi. Seiring waktu, sebagian sudah mulai lebih membuka diri untuk topik asuransi.”
Senada dengan itu, anggota sepuluh tahun MDRT Herold, juga dari Jakarta, yakin bahwa ini melukiskan masa depan cerah bagi Indonesia.
“Indonesia adalah pasar paling potensial di Asia Tenggara karena angka penetrasi yang masih rendah dan populasi besar yang terus bertambah,” katanya. “Ini membuat saya makin optimis.”
Kedua penasihat ini sepakat, pandemi Covid-19 berdampak besar pada persepsi dan sikap orang terhadap asuransi. The Institute for Health Metrics and Evaluation memperkirakan 50% populasi Indonesia telah terinfeksi virus ini pada November 2021.
Sebelum pandemi, kata Herold, kesadaran berasuransi sudah tumbuh berkat kemajuan teknologi dan bertambahnya jumlah kelas menengah. Malah, sebelum virus korona ramai diberitakan, penetrasi asuransi Indonesia sudah melejit ke angka 2,84% pada 2017. Pada 2022, Herold melihat kesempatan yang kian besar, terlebih karena makin banyak orang yang waspada dengan keselamatan jiwanya, menimbang dampak virus ini.
Herold sendiri, yang juga terdiagnosis Covid-19, mendapatkan perspektif baru dalam memandang profesinya.
“Saya termotivasi untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental. Saya juga jadi lebih giat mendampingi nasabah, terlebih karena bisa bekerja dengan aman dan efisien dari rumah,” katanya. “Pandemi membuat makin memperhatikan nasabah karena di saat seperti inilah mereka membutuhkan kita.”
Setio pun melihat perubahan sikap nasabah terhadap asuransi.
“Pandemi ini telah membuka mata lebih banyak orang tentang arti penting industri ini ke depannya,” katanya. Namun, ia juga mengamati keraguan nasabah terkait pembayaran klaim. Menanggapi ini, ia membagikan pengalaman pribadinya: Dalam setahun, istrinya menjalani lima kali operasi. Polis pasangan ini membayar semua tagihan rumah sakit, sekaligus manfaat pengganti penghasilan.
“Saya merasakan sendiri manfaat produk yang saya jual,” kata Setio, sambil menekankan inilah salah satu alasan komitmennya di profesi jasa keuangan. “Pengalaman ini meneguhkan hati saya untuk terus berbagi keajaiban asuransi ke semua orang.”
Seiring menurunnya pandemi, Herold bisa melihat dampak jangka panjangnya di Indonesia. Baginya, asuransi kesehatan dan penyakit kritis telah menjadi tawaran yang kian penting di dunia asuransi. Selain itu, perusahaan asuransi sudah mulai memberlakukan konsep “bayar penuh sesuai tagihan” untuk produk-produknya. Dengan begitu, nasabah merasa lebih aman.
Dan Setio melihat nasabah lebih condong ke produk asuransi tradisional, bukan polis dengan komponen investasi; kemungkinan karena volatilitas pasar. Karenanya, ia lebih fokus pada produk tradisional daripada pilihan yang lebih berisiko.
“Meski polis unit link bisa memberikan masa proteksi lebih panjang, produk tradisional menawarkan rasa tenang,” katanya. “Nasabah tak perlu ragu soal nilainya.”
Di level yang lebih pribadi, Herold berkata Covid-19 telah mengajarkannya satu wawasan penting, yang terinspirasi dari tulisan untuk kata “krisis” dalam bahasa Tionghoa (危机). Karakter pertama bermakna “bahaya”, sementara yang kedua berarti “kesempatan”.
“Saya memilih untuk mengatasi yang pertama, dan fokus ke yang kedua,” kata Herold. “Covid-19 membuka peluang untuk mengadakan pertemuan daring. Digitalisasi ini menyediakan kesempatan yang lebih luas dan besar: Di mana pun dan kapan pun, calon nasabah dan prospek di seluruh negeri bisa kita hubungi.”
Ia juga berkomitmen untuk fokus pada peluang dalam interaksinya dengan nasabah, khususnya saat berupaya menemukan kesenjangan proteksi pada polis mereka saat ini.
“Biasanya, saya bilang bahwa saya tak cuma menjual polis asuransi jiwa; saya bantu mereka membeli yang paling cocok untuk menutup gap yang ada,” katanya. “Bisnis ini perbuatan mulia. Tak hanya membantu menggapai mimpi, tapi juga melindungi penghasilan dan kekayaan orang bila risiko kehidupan terjadi.”
Kontak
Herold herold@agency.aia.id
Dedy Setio dedy.mdrt@gmail.com