Tahun-tahun awal di profesi jasa keuangan sarat akan keraguan, tekanan, dan rasa takut. Tapi dengan keyakinan diri yang bersumber dari pengalaman, beban menjadi ringan dan banyak yang mampu bertahan dan berhasil. Sebagai pemula, John F. Nichols, MSM, CLU, tertarik untuk terjun ke dunia bisnis, tapi segan mencoba karena dihantui rasa takut gagal. Ia berusaha menghadapi ketakutannya, mengembangkan basis nasabah, menjadi spesialis, lalu bangkit dengan yakin meraih sukses. Tapi, keadaan dan dorongan untuk memulai ulang karier membuatnya harus kembali menghadapi situasi tak nyaman saat membuka firmanya sendiri. Bedanya, di putaran kedua ini, ia bersedia melalui jalan berbatu untuk mencapai misinya. Ia paham bahwa menyatukan kekuatannya dan orang lain adalah langkah terbaik untuk masa depan.
Nichols tak pernah berhenti belajar dan bertransformasi. Dua dekade setelah awal baru itu, anggota 22 tahun MDRT dari Chicago, Illinois, AS, beranjak ke babak baru kiprahnya di bisnis dan jasa. Nichols bertumpu kuat pada fondasi yang kokoh ini saat menerima perannya sebagai Nominasi untuk Komite Eksekutif MDRT.
‘Permulaan bisnis saya biasa saja.’
Sebagai satu dari delapan bersaudara, dengan ayah seorang wakil direktur bank besar, Anda diajarkan mengikuti struktur dan proses dalam keseharian. “Seperti yang bisa Anda bayangkan, tak ada istilah berpangku tangan,” kata Nichols. Di keluarga besarnya, makan malam dijadwalkan pukul 6 sore tepat. Sejak kecil, semua anak punya tugas rumahnya sendiri. Setelah agak besar, mereka bekerja paruh waktu saat libur musim panas. Bagi Nichols, didikan keluarga dan pola belajar terstruktur yang diterimanya di sekolah swasta, telah menanamkan etos kerja yang kuat, cinta akan ilmu, watak sebagai pemimpin, dan hasrat menolong sesama.
Saat masih lulusan baru dan bekerja memasarkan iklan radio di kota asalnya St. Paul, Minnesota, AS, Nichols direkrut oleh leader agensi asuransi lokal. Ia beranjak dari dunia periklanan dan meniti karier di bidang jasa keuangan pada musim panas 1984.
“Saya punya etos kerja kuat dan permulaan bisnis yang sederhana,” kata Nichols. “Saya lebih introver dari yang orang duga. Orang introver suka berpikir, dan berpikir memperlambat tindakan.” Nichols bekerja tiga tahun di agensi itu, berjuang menumbuhkan basis nasabahnya sebelum akhirnya merantau ke Chicago, berharap kota lebih besar menyuguhkan kolam prospek lebih besar.
Kalau dilihat sekarang, ia sadar bahwa sebetulnya ia takut penolakan, rasa yang membuntutinya hingga ke Chicago. “Saya terpaksa belajar mengatasi ketakutan untuk menghubungi dan membuat janji temu dengan prospek,” kata Nichols. Kunci untuk terbebas dari belenggu ketakutan ini adalah terapi malas menelepon oleh Bill Grimes. Dengan sudut pandang dan taktik baru, Nichols mampu membangun basis nasabah dan meningkatkan produksinya.
Selain menaklukkan rasa takut ditolak, kunci sukses Nichols adalah fokus pada spesialisasinya: asuransi disabilitas. Setelah bergabung dengan agensi baru di Chicago, Nichols dimentori oleh spesialis disabilitas yang mengarahkannya ke tujuan itu. Dengan fokus lebih khusus, keyakinan dirinya bertumbuh, dan kesempatan terbuka. Himpunan Fakultas Kedokteran Amerika kala itu tengah mencari program perlindungan disabilitas HIV bagi mahasiswa kedokteran. Nichols mengembangkan dan mendistribusikan program ini, menggaet 38 dari 60 fakultas kedokteran sebagai nasabahnya dalam kurun dua tahun, yang membantunya meraih MDRT pertamanya.
Namun, langkah tegapnya di jalan profesi dijegal kecelakaan ski air yang membuatnya lumpuh dari leher ke bawah. Dokter tak yakin ia bisa berjalan lagi. Butuh rehabilitasi enam bulan untuk pemulihan, dan Nichols tengah fokus melatih kembali fungsi tubuhnya, para nasabah — termasuk banyak dari fakultas kedokteran tadi — berpaling ke penasihat lain.
Tikungan tak terduga ini membawa jalan Nichols ke arah baru. Saat kesehatan fisiknya pulih, ia siap bangkit kembali sebagai pakar spesialis dan mendirikan Disability Resource Group pada 1999. Saldo di rekening tabungan bisnisnya tinggal $10.000, dan ada satu orang karyawan yang harus digaji, tapi semangatnya berkobar. “Tak masalah kalau kantor kami tidak mewah. Tak masalah harus memulai dari bawah. Kami sangat menikmati proses dalam meraih misi kami,” katanya. “Dengan sikap yang demikian itu, tujuan tampak begitu jelas dan semua yang lain kabur.”
Bisnis Nichols tumbuh, begitu pula tim yang mengemban dan mengembangkan pekerjaan yang dulu dijalankannya sendirian. Ia tetap memikul tanggung jawab memprospek dan tiada henti meng-upgrade kapabilitas tim, teknologi, dan lingkungan kantornya. “Barulah Anda mulai berpikir dengan cara baru,” katanya. “Ibaratnya, saya merakit mesin yang bisa menghasilkan produk, solusi, dan jasa untuk menjalankan roda bisnis dan pendapatan guna meraih tingkat produksi berikutnya.”
Kualifikasi Court of the Table, lalu Top of the Table, datang dan bertahan; tapi, Nichols tak ingin takabur dan mengira tahun berikutnya pasti sukses juga. “Saat 1 Januari datang, saya sama gelisahnya karena produksi masih nol,” jelasnya.
Sebagai spesialis asuransi disabilitas, 95% kasus Nichols adalah hasil kerja gabungan (joint work). Baginya, metode bisnis ini bertolak belakang dengan sepak terjangnya saat awal menggeluti profesi ini — banting tulang mencari nasabah untuk bisa bertahan. Fokusnya kini membantu penasihat lain melayani nasabah dan menuai manfaat dari pencapaian mereka bersama. “Membantu sesama jadi lebih mudah dengan cara ini,” katanya.
‘Saya dibentuk oleh industri ini, oleh MDRT.’
Sejak awal kiprahnya di profesi ini, Nichols tahu manfaat bergabung dengan MDRT: Status anggota adalah lambang pencapaiannya dan membuka peluang belajar dari penasihat lain yang lebih sukses untuk mendorongnya maju. Yang tidak ia sadari adalah dampak dari keterlibatannya dalam membentuk diri pribadinya yang sekarang.
Peran awalnya sebagai relawan timbul karena menerima undangan yang disampaikan para anggota lain kepadanya. Saat diundang untuk membawakan presentasi di Pertemuan Tahunan MDRT 2004 — pertemuan pertama yang dihadirinya — relawan anggota MDRT yang juga LO-nya membantunya menyempurnakan presentasi yang ia siapkan untuk acara itu. Nichols memandang pengalaman ini sebagai wujud kemurahan hati relawan anggota MDRT, yang mendongkrak standar pribadinya.
Tak masalah harus memulai dari bawah. Kami sangat menikmati proses dalam meraih misi kami. Dengan sikap yang demikian itu, tujuan tampak begitu jelas dan semua yang lain kabur.
Matanya terbuka oleh nilai partisipasi di MDRT — melampaui kewajiban membayar iuran, dan sungguh menyelami semua manfaat keanggotaan. “Anda bebas mengambil kesempatan terlibat aktif, bertemu orang-orang tempat menimba wawasan baru, pertumbuhan, dan juga keseruan. Setidaknya 180 anggota MDRT telah berkontribusi membentuk diri dan kesuksesan saya,” katanya tentang interaksi dengan sesama anggota, relawan, dan mentor MDRT, “dan jumlah ini terus bertambah. Itulah keajaiban MDRT.”
Tahun 1980-an membuka kiprah kepemimpinan Nichols di industri ini. Ia mulai aktif berpartisipasi di Asosiasi Nasional Asuransi dan Penasihat Keuangan, ditunjuk sebagai ketua cabang Chicago, dan akhirnya naik ke jabatan ketua umum pada 2013.
Sebagai pendukung aktif badan amal MDRT sejak 2010, Nichols bekerja bersama anggota MDRT lain dalam membantu Yayasan MDRT mendukung berbagai lembaga amal di komunitas anggota MDRT. Konsep memimpin dengan melayani, yang pertama kali dipetiknya di sekolah menengah atas, direalisasikannya lewat partisipasi dan memberinya kesempatan memperluas dampak organisasi. Pada September 2021, ia menjabat Presiden Yayasan MDRT.
Menjalankan sejumlah peran di MDRT membantunya membangun struktur lebih baik dalam jadwalnya untuk lebih efisien menjalankan bisnis. Selain sukses bisnis lebih besar, gagasan lain yang ia petik adalah perhatian khusus pada pertumbuhan pribadinya. “Makin saya bertumbuh bersama MDRT, makin saya sukses dan utuh sebagai manusia,” katanya.
‘Saya bagian dari hal yang lebih besar..’
Dari praktik beranggotakan dua orang pada 1999, bisnis Nichols bertransformasi dan timnya berkembang menjadi 20 anggota, serta terdepan di bidang proteksi disabilitas. Pada 2017, Nichols menangkap peluang yang membuka lintasan baru bagi diri, tim, dan bisnisnya. Disability Resource Group diakuisisi dan menjadi mitra pemegang saham di sebuah broker asuransi besar. Manuver ini membuat rencana kelangsungan bisnisnya kian bulat dan meluaskan peluang bagi para stafnya.
Nichols masih mengendalikan bisnis yang didirikannya dan terus melayani nasabah. Namun, penerusnya mengambil alih operasional harian sehingga ia lebih leluasa untuk berpikir strategis. Titik pandangnya kini memampukannya menyesuaikan bisnis dengan dunia yang berubah, sementara perannya meluas, mencakup aneka inisiatif yang lebih luas di organisasi lebih besar. “Saya beruntung bisa fokus pada di relasi penting dan kesempatan strategis sambil tetap menjadi bagian dari hal lebih besar, yang membuahkan hasil bagi saya dan tim.”
Konsep semangat, sasaran, dan sesama yang menjalar ke segi-segi kehidupan Nichols yang lain terus ia bawa dalam perjalanannya saat bergabung dengan Komite Eksekutif MDRT.
Sebagai anggota yang memetik manfaat dari akses belajar dengan penasihat lain yang lebih sukses, dari relasi mentoring, dan dari pengembangan diri sebagai pemimpin, Nichols siap bergabung dengan tim yang akan membawa MDRT ke masa depan.
“Meski kebutuhan jangka pendek tetap ada, kami serius menyiapkan MDRT untuk dampak jangka panjang,” kata Nichols. “Saya ingin berkiprah di sisi itu, fokus jangka panjang untuk memperluas siklus hidup organisasi, bisnis, komunitas, keluarga, dan yang lainnya. Inilah pemikiran saya.”
Sebagai pembelajar seumur hidup, ia tak sabar mendengarkan dan mengamati cara anggota lain Komite Eksekutif menentukan langkah ke depan, membangun daya MDRT untuk beroperasi secara global, sambil menyampaikan manfaat di tataran lokal. Bersama jajaran pemimpin di Komite Eksekutif, Nichols bersemangat menyambut pengalaman baru untuk menyaksikan lanskap luas keanggotaan global MDRT. Begitupun, ia tahu ia dan banyak dari anggota lainnya menghadapi pengalaman serupa.
“Banyak anggota yang belum saya kenal, tapi saya pernah ada di posisi mereka: perjuangan, ketakutan, kecemasan dalam menggapai kesuksesan,” kata Nichols. “Saya sungguh ingin memastikan mereka tak ketinggalan. Ada ruang untuk semua orang di Round Table.”