Neuro-selling sempat diragukan kesahihannya, tapi ilmu mencari tombol beli di benak konsumen ini makin bisa diandalkan berkat terobosan penelitian di bidang neurologi dan sokongan dari beragam disiplin ilmu seperti psikologi dan antropologi.
Meski konsumen mengklaim bahwa mereka membandingkan brand dan harga saat mengambil keputusan membeli, hasil riset profesor Gerald Zaltman dari Harvard Business School menyimpulkan sebaliknya. Dalam bukunya How Customers Think: Essential Insights into the Mind of the Market, Zaltman menyampaikan hanya 5% keputusan pembeli yang rasional. Sisanya, 95%, digerakkan oleh bagian otak emosional yang tak sadar.
Agar presentasi Anda sukses, sandingkan fakta dan angka dengan hal yang menarik pikiran bawah sadar. Otak bisa dipecah menjadi tiga bagian, menurut teori model otak yang diketengahkan Paul MacLean, seorang dokter dan ilmuwan syaraf. Bagian otak yang paling awal berkembang disebut otak reptil. Inilah saringan pertama otak yang membedakan kawan atau lawan, memisahkan ancaman dari yang aman. Kedua adalah sistem limbik, yang juga disebut paleomamalia, bagian emosional otak. Bagian ini memuat memori, loyalitas, dan penilaian. Bagian ketiga adalah neokorteks atau neomamalia. Inilah bagian rasional tempat terjadinya pemikiran abstrak dan keputusan yang sadar.
Saya ingin membagikan testimoni terkait kekuatan neuro-selling yang telah saya aplikasikan di bidang jasa keuangan.
Suatu hari, seusai rapat, saya berpapasan dengan teman yang juga pemilik usaha kecil. Dalam obrolan santai kami, dia menyebutkan rencana pensiun. Saya memberitahunya bahwa saya pakar reformasi sistem pensiun El Salvador. Saya menawarkan pertemuan lanjutan untuk mengupas topik ini. Dia dan mitra bisnisnya berminat dan mengundang saya ke kantornya.
Saya berkunjung dua hari kemudian. Lalu saya dikenalkan dengan mitra bisnisnya. Saat kami berbincang, saya mulai mencoba mengenal bisnis mereka. Tapi yang lebih penting, saya menyingkap rasa takut dan khawatir mereka. Keduanya sudah punya anak. Mereka mengaku, kekhawatiran terbesar mereka adalah tidak punya cukup uang untuk merasakan pensiun yang layak dan pendidikan anak-anak putus jika hal tragis menimpa mereka.
Saya lantas bercerita tentang seorang teman, pebisnis sukses, yang punya ketakutan serupa. Saya beri tahu bahwa polis asuransi bisa memitigasi kekhawatiran itu. Sekarang teman saya itu lebih tenang karena tahu bahwa putranya tetap bisa menimba ilmu apa pun yang terjadi.
Saat meninggalkan kantor mereka, saya sudah menawarkan tiga solusi khusus untuk mereka. Saya kembali dua hari setelahnya dengan proposal yang sudah disusun oleh saya dan tim, lalu menyajikan rekomendasinya. Saya closing dua case jiwa dengan nilai total $1 juta. Mereka membeli asuransi jiwa dwiguna. Anak-anaknya pun terlindung dan bisa menyelesaikan studinya jika ibu mereka meninggal. Selain itu, kedua mitra bisnis ini juga akan merasakan pensiun yang layak.
Di contoh ini, saya memikat otak reptil mereka dengan membangun rasa percaya dan menjalin ikatan dengan ilmu saya tentang reformasi dan pensiun. Saya mendekati mereka dengan strategi bahwa orang tidak membeli produk, tapi membeli atas dasar sensasi dan rasa. Keduanya mengutarakan rasa takutnya. Jadi, saya tidak menyuguhkan fakta dan angka tentang polis asuransi. Saya jaga prosesnya tetap sederhana dengan cerita tentang nasabah yang mengalami situasi serupa dan apa solusinya.
Berikut ini teknik-teknik neuro-selling yang efektif bagi saya saat menyajikan konsep asuransi:
- Diferensiasi. Cari cara untuk menjadi ‘lain dari yang lain’. Produk-produk yang ditawarkan itu pada dasanya sama, dan inilah alasan konsumen sulit menjatuhkan pilihan. Namun, bila punya ciri khas yang menonjol, Anda bisa menjadi faktor penentu utamanya.
- Jangan memaksa. Kalau Anda terlalu fokus menjual, prospek akan kabur karena mengira Anda mengincar transaksi. Ajukan pertanyaan yang tepat dan cari tahu ketakutan terbesar mereka. Anda akan bisa meresepkan obat penawar rasa sakit itu.
- Bercerita. Dari anak-anak sampai lansia, semua orang suka cerita. Manfaatkanlah fakta ini. Penceritaan membantu visualisasi angka, dan inilah cara kita menjamah pikiran bawah sadar. Bangun rasa percaya dan bantu prospek mengambil keputusan untuk membeli.
- Jangan lupakan sisi rasional. Meski sifat pembelian itu tidak rasional dan bertumpu pada perasaan, tidak ada ruginya jika Anda tetap menyediakan data, angka, dan statistik. Fakta-fakta ini mengingatkan nasabah bahwa pembeliannya tepat.
Terakhir, berikut beberapa saran untuk memenangkan hati nasabah:
- Pertimbangkan hiper-personalisasi. Bila produk disesuaikan dengan kebutuhan unik tiap nasabah, mereka merasa senang dan akhirnya terdorong untuk membeli.
- Kenali prospek dan nasabah. Lihat siapa yang Anda ajak bicara, jangan samakan laki-laki dan perempuan. Setiap orang punya picu yang berbeda. Cari tahu tombol apa yang harus ditekan untuk memicu keputusan membeli.
- Kesan pertama yang ‘menggoda’. Lima menit pertama setelah menyapa nasabah dan memperkenalkan diri, nyatakan dengan lugas dan ringkas siapa Anda dan apa keahlian Anda. “Kami membantu orang tua membayar pendidikan anak setelah mereka tiada.” Yakinkan prospek dengan menyatakan waktu yang Anda perlukan dan bahwa prosesnya bersifat rahasia.
- Cara closing menentukan keputusan nasabah. Akhiri sesi dengan cerita pengalaman agar nasabah kian memahami bahwa produk yang ditawarkan relevan untuk situasi mereka. Gunakan kalimat penutup yang menggerakkan, seperti, “Asuransi jiwa ibarat surat cinta untuk orang tersayang setelah Anda tiada.”
- Pilih kata-kata kunci. Kata-kata yang tepat akan memicu keputusan membeli di benak nasabah. Gunakan kata kerja seperti raih, buat, lalui, dan atasi. Tapi, ada satu kata kunci yang lebih penting dari semua kata lain: nama prospek.
Saat hendak memengaruhi orang lain, renungkan: kecemasan apa yang Anda redakan, pengalaman menyenangkan apa yang Anda berikan, dan apa cara Anda meringankan beban. Ingat-ingat hal ini dan penjualan akan berlipat ganda.