Mentoring merupakan salah satu metode pembelajaran yang cukup efektif untuk membantu seseorang mempelajari pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman baru dari orang lain yang lebih berpengalaman. Dalam bahasa Indonesia, Mentoring juga dikenal dengan sebutan pendampingan. Memiliki dan belajar dari seorang mentor adalah cara tercepat dan termudah bagi Mariana Sofia, CFP, anggota MDRT 11 tahun dari Jakarta, Indonesia untuk mencapai tujuannya sebagai penasihat keuangan karena menurutnya mentor pasti sudah melewati jalan tersebut dan mencapai tujuannya sebelum Sofia.
“Memiliki mentor sangat amat penting bagi saya. Tanpa adanya keberadaan mentor, saya mungkin masih tersesat dan tidak mengenal MDRT sama sekali. Secara mindset, pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan, dan kebijaksanaan tidak bisa didapatkan tanpa memiliki jam terbang yang tinggi. Kebanyakan mentor saya berasal dari penasihat keuangan juga khususnya di industri asuransi jiwa. Sebelum saya mengenal MDRT, saya sudah berkarier sebagai penasihat keuangan selama 8 tahun dan saya merasakan kejenuhan dan stagnasi. Performa saya naik turun tidak stabil. Di tahun 2010, saya mulai mengikuti program Mentoring MDRT pertama saya dan sejak itu saya menjadi member MDRT setiap tahun sampai dengan sekarang sudah 11 tahun MDRT member,” ujar Sofia.
Mentor yang tepat membawa Anda pada kesuksesan
Sofia memiliki kriteria sendiri dalam memilih mentor yang tepat untuk dirinya, antara lain:
- Mentor haruslah orang yang sudah terbukti dan memiliki pengalaman sukses bertahun-tahun dan berhasil mencapai tujuan yang Sofia impikan.
- Mudah dihubungi dan responsif karena dalam mentoring pasti akan ada banyak pertanyaan yang diajukan jadi seorang mentor harus dapat dihubungi kapan saja ketika dibutuhkan.
- Peduli. Ini sangat penting karena mentor tidak hanya berfungsi dalam kelas saja namun juga dalam kehidupan. Kadang banyak hal dalam kehidupan yang bersifat non-bisnis mempengaruhi kinerja kita sebagai penasihat keuangan. Misalnya bagaimana ketika pasangan tidak mendukung karier kita? Apa yang harus dilakukan? Bagaimana solusi terbaik? Seorang mentor yang peduli tidak hanya sekedar berbagi tips dalam bisnis, namun juga akan memberikan nasihat dalam membuat skala prioritas dan peduli terhadap kehidupan sehari-hari kita.
“Mentor pertama saya adalah seorang honor-roll member MDRT. Di tahun 2010, beliau mengadakan kelas selama tiga hari berturut-turut sebagai bekal dasar pemikiran dan konsep-konsep bisnis. Setelah itu kami bertemu sebulan sekali selama 6 bulan sebagai penerapan ilmu yang kami dapat di tiga hari pertama. Kemudian ada pertemuan kelas advance sebulan sekali selama 6 bulan berikutnya untuk berbagi pembahasan dan ilmu yang lebih tinggi, serta sharing antar mentee yang pada saat itu sudah makin tersaring lagi, menyisakan yang memang serius dan berkualitas di dalam kelas. Awalnya saya mengikuti apa yang mentor katakan apa adanya karena saya berpikir kalau cara itu berhasil untuk mereka, apakah cara yang sama akan berhasil juga untuk saya? Setelah mencoba beberapa lama, saya menyesuaikan beberapa hal sesuai kondisi, cara, dan gaya saya namun tanpa menghilangkan esensi atau faktor penentu keberhasilannya. Misalnya ketika mentor saya mengajarkan saya harus menelepon 5 orang untuk membuat janji temu, 3 pertemuan prospek baru, dan 3 pertemuan follow-up. Namun setelah mencoba beberapa bulan, saya menyadari bahwa saya memiliki kelemahan dalam membuat janji temu. Oleh karena itu saya delegasikan tugas tersebut pada staf dan saya fokus pada 6 pertemuan tatap mukanya saja. Terkadang jika saya tidak mampu melakukan 6 pertemuan sehari, maka saya ganti dengan follow-up dari pertemuan menjadi lewat chat atau telepon saja,” ujar Sofia.
Mentoring mempercepat praktik penasihat keuangan
Memulai karier sebagai penasihat keuangan tanpa adanya latar belakang di bidang sales dan banking, bank nama, dan dukungan dari keluarga mungkin terdengar sangat berat. Tapi hal itulah yang harus dijalani oleh Billy Tegar Pradipta, anggota MDRT 7 tahun dari Jakarta, Indonesia. Ia memulai kariernya sebagai penasihat keuangan secara paruh waktu; dari jam 8 pagi sampai 4 sore ia bekerja sebagai akuntan di sebuah perusahaan dan sepulang kerja ia baru melakukan prospek sampai jam 11 malam, bahkan tak jarang ia tetap bekerja di akhir pekan.
“Memulai karier penasihat keuangan tanpa pengetahuan yang mumpuni mengenai industri ini, ditambah tidak adanya bank nama sudah dipastikan sangat sulit. Saya bahkan harus memungut kartu nama di tong sampah karena saya benar-benar sudah tidak tahu harus menghubungi siapa lagi. Tapi dengan keinginan dan mindset yang kuat, tentunya semesta dan isinya akan mendukung. Saya percaya bahwa manusia adalah makhluk yang sangat mudah untuk beradaptasi. Sebagai contoh, pada saat kita di luar negeri dengan hawa dingin, tentunya kita merasa tidak nyaman karena terbiasa tinggal di daerah tropis, tapi setelah 2 atau 3 hari kita baru bisa menyesuaikan dengan keadaan yang baru. Sama halnya dengan pekerjaan kita, mungkin kita di awal merasa tidak nyaman karena ini merupakan sesuatu yang baru tapi seiring berjalannya waktu pasti akan terbiasa,” ujar Pradipta.
Menurut Pradipta, mentor adalah salah satu hal terpenting yang ia butuhkan dalam mempercepat praktiknya di industri asuransi. Dengan memiliki mentor, telah membantunya untuk melihat blind spot yang tidak terlihat. Seperti kita membutuhkan cermin untuk melihat diri kita, di pekerjaan pun membutuhkan saran dan pengalaman dari orang-orang yang ahli di bidangnya untuk melihat sudah sejauh mana kita melangkah. Mentor membuat kinerjanya lebih terarah karena mereka sudah lebih berpengalaman, baik dalam penjualan maupun dalam membangun sebuah tim yang solid.
Pradipta percaya bahwa jika Anda berhenti belajar, maka Anda akan berhenti untuk berproses. Untuk itu ia terus belajar dari siapa saja yang ia anggap layak dijadikan mentor. Mentor bisa didapatkan dari mana saja seperti dari Youtube, buku, maupun dari sales idea atau dari MDRT Academy. Dengan adanya mentor, ia dapat membentuk study group yang tidak hanya mengajarkan mengenai sales idea tapi juga membantunya dalam memonitor produksi tahunan.
“Saya sering sekali melakukan mentoring bersama teman-teman komite MDRT. Kami melakukan pertemuan seminggu sekali via Zoom meeting di hari Senin. Dalam pertemuan itu kami membahas apa saja yang akan kita lakukan selama satu minggu ke depan, berdiskusi progress angka minggu sebelumnya apakah sudah signifikan atau belum? Apa kendala yang terjadi di lapangan? Membahas satu demi satu masalah secara detail dan saling menguatkan satu sama lain. Dengan bertukar pikiran, tentunya akan muncul ide baru dan referensi baru yang tentunya bisa kita praktikkan untuk perkembangan bisnis yang lebih baik,” ujar Pradipta.
Tidak selamanya ilmu dari mentoring yang Pradipta dapatkan dan praktikkan berhasil tapi bukan berarti ia putus asa. Ia pernah mengalami hambatan di suatu titik karena nasabahnya yang usianya masih muda. Nasabah ini sudah memiliki asuransi dari kantor, BPJS kesehatan juga sudah punya, untuk dana pensiun mereka sudah menyiapkannya dengan investasi di saham. Namun semakin sering Pradipta bertemu dan berdiskusi dengan nasabah tersebut, ia mendapatkan AHA momen yang menurutnya bisa ia praktikkan.
Pradipta mengatakan bahwa ia tidak menawarkan asuransi kesehatan kepada nasabah tersebut karena rata-rata orang telah memiliki asuransi kesehatan. Jadi apabila mereka sakit, maka akan ada pihak ketiga yang akan mengambil alih dan membayar biaya rumah sakit. Namun pertanyaan selanjutnya adalah apabila kita sakit dan tidak bekerja, siapa yang akan membayar biaya hidup kita? Baik itu cicilan mobil, rumah, kebutuhan makan, bayar listrik, dan lain sebagainya. Apabila kita sehat tentunya kita bisa bekerja dan memiliki pendapatan sehingga kebutuhan sehari-hari dapat terpenuhi bahkan kita bisa menabung. Tapi apabila terjadi sebaliknya, ketika kita sakit dan tidak bekerja, tentu tidak ada pendapatan, lalu bagaimana dengan kebutuhan hidup dan cicilan kita? Apakah perusahaan akan tetap memakai jasa kita di saat kita sakit? Tentu saja tidak, maka diperlukan sebuah perencanaan yang jelas dan matang.
“Di akhir perbincangan, saya akan mengajukan satu pertanyaan: Apakah orang bisa hidup tanpa asuransi? Nasabah saya pun akan kompak menjawab pasti bisa. Lalu saya ajukan pertanyaan balik: Apakah orang bisa hidup tanpa pendapatan? Tentu semua orang tidak bisa hidup tanpa pendapatan. Asuransi penyakit kritis dirancang untuk membantu kita apabila kita dalam kondisi sakit dan tidak bekerja,” tutup Pradipta.
Contact: MDRTEditorial@teamlewis.com