Susah mencari karyawan bagus.
Penasihat yang mencari pegawai baru dan pernah mengandalkan rekomendasi dari kenalan seprofesi mendapati bahwa jaringan yang dulu mereka andalkan kini justru jadi pesaing di arena ‘perebutan’ tenaga kerja – di samping bank, agen real estat, pengacara, diler mobil, dan hampir semua sektor yang menawarkan tunjangan penuh kepada para pekerjanya.
“Sejak pandemi dan sejak orang kembali bekerja, seolah semua orang – dengan skill apa pun – sudah tak lagi tersedia,” kata Wade A. Baldwin, CFP.
Anggota 25 tahun MDRT dari Calgary, Alberta, Kanada, ini memasang iklan lowongan kerja untuk posisi admin di sebuah media tahun lalu dan menerima lebih dari 100 lamaran. Lima terpilih untuk wawancara, tapi tak satu pun memenuhi kriteria yang ia cari.
“Saya putus asa dan lantas mencoba mencari jalan lain,” katanya.
Ia sadar ada seorang agen di perusahaan asuransinya yang punya skill admin yang baik, tapi mungkin akan di-terminate karena gagal memenuhi target penjualan agen tahun pertama yang ditetapkan perusahaan. Awalnya, ia menawarinya kompensasi berupa gaji, tanpa tunjangan. Lalu, paketnya dipermak dengan besaran gaji lebih tinggi, bonus kuartalan sesuai performa tim, peluang bertemu nasabah dan mendapatkan pembagian komisi, program asuransi cost-plus untuk menanggung 20% dari biaya medis dan kesehatan gigi yang tidak ditanggung asuransi suaminya, serta program belajar untuk meraih sertifikasi profesi perencana keuangan atas biaya perusahaan.
“Semua saya kerahkan demi bisa menariknya masuk dan bekerja untuk saya,” katanya.
Mark D. Olson, CFP, MSFS, anggota 24 tahun MDRT dari Austin, Texas, AS, juga menyaring ratusan pelamar setelah memasang info lowongan staf di sebuah media. Belum sempat ia mewawancarai salah seorang dari tiga kandidat teratasnya, ternyata kandidat ini sudah menerima tawaran kerja dari toko bunga yang memberinya kompensasi gaji dan tunjangan penuh.
“Aneh sekali rasanya, dia melamar ke agensi saya dan toko bunga,” kata Olson, sembari menambahkan bahwa di praktik jasanya tidak ada program asuransi kesehatan kumpulan. “Setelah kehilangan kandidat gara-gara tunjangan, saya membatin, apa yang bisa kuperbuat?”
Demi merekrut seorang kandidat yang di-PHK dari departemen trust sebuah bank, Olson menawarkan gaji lebih dari para staf sebelumnya dan program asuransi kesehatan karyawan tambahan yang dibayar pekerja. Ia juga membentangkan jalur karier untuk pegawai barunya dengan menawarkan bantuan meraih lisensi asuransi jiwa dan kesehatan, izin menjual surat berharga, pembinaan menjadi paraplanner, dan, terakhir, janji dukungan untuk menjadi penasihat di kantornya.
“Tak banyak yang tersisa untuk direkrut. Yang bagus-bagus sudah dipinang orang – kecuali kalau sedang berpikir pindah kapal, yang berarti harus digaji lebih tinggi dengan tunjangan lebih baik; kalau tidak, mana mereka mau,” kata Olson.
Cari di mana?
Di tengah-tengah situasi lebih banyak lowongan daripada pelamar, jika para penasihat berkumpul di satu ruangan atau di sebuah konferensi industri, mereka pasti akan saling bertanya, “Anda sudah dapat pegawai? Dapat dari mana?”
Douglas John Bennett, Dip PFS, mendapatkan karyawan terampil dengan menawarkan posisi paruh waktu untuk orang-orang yang keluar dari tempat kerjanya setelah kelahiran anak pertama. Mereka bersyukur bisa bekerja dari pukul 9 pagi hingga 2 siang serta bisa meninggalkan kantor untuk menjemput anak dari sekolah dan mengantar anak ikut kegiatan ekstrakurikuler.
“Hasilnya sangat sepadan,” kata anggota 16 tahun MDRT dari Crawley, Inggris, Britania Raya, ini. “Pegawai saya gembira karena bisa kembali di bidang yang menjadi minatnya, tapi lebih fleksibel. Tentang pengawasan, kami sepakat untuk saling percaya. Kalau perlu keluar karena ada jadwal menemani atau anak, mereka tak perlu izin, dan saya percaya mereka akan tetap menuntaskan pekerjaannya. Saya beri mereka rasa percaya, dan hasilnya efektif.”
Ketika pandemi membatasi peluang untuk menghubungi prospek, Erika Silva Velasco, CLI, FSCP, anggota delapan tahun MDRT dari Queretaro, Meksiko, memusatkan perhatiannya untuk melayani kebutuhan para nasabah lama. Namun, saat pembatasan dilonggarkan, ia sadar ia tidak suka mengerjakan tugas-tugas administratif dan butuh bantuan agar punya lebih banyak waktu untuk mendampingi nasabah. Jadi, ia menyewa jasa perekrut untuk mencari asisten. Perekrut menyeleksi pelamar dan mengajukan tiga kandidat teratas untuk diwawan-carai Silva. Ia pun merekrut asisten, melatihnya, dan kini staf barunyalah yang menangani tugas back-office sehingga Silva bisa meluangkan lebih banyak waktu untuk nasabah.
Tak banyak yang tersisa untuk direkrut. Yang bagus sudah dipinang orang – kecuali kalau sedang berpikir pindah kapal, yang berarti harus digaji lebih tinggi dengan tunjangan lebih baik.
—Mark Olson
“Perekrut lebih berpengalaman menyeleksi kandidat, dan saya tinggal memutuskan di tahap akhir,” kata Silva. “Saya belajar dari pengalaman; dahulu saya pakai waktu saya sendiri untuk menangani prosesnya. Setelah tahu bahwa ada orang yang bisa membantu, lebih mudah kalau saya tinggal mengambil keputusan akhirnya saja. Itulah mengapa saya pikir kita perlu menyewa jasa ahli untuk menangani prosesnya.”
Namun, ada pula penasihat yang menjauhi agensi rekrutmen karena mahalnya – biayanya bisa setara dengan setengah gaji tahun pertama pegawai baru – dan karena terkadang perekrut malah memancing karyawan yang baru ditempatkannya itu untuk pindah ke perusahaan lain. Oleh karena itu, mereka justru mendorong staf untuk merekomendasikan kandidat. Dan staf pemberi rekomendasi akan menerima bonus, yang setengahnya diberikan setelah rekrutan baru mulai bekerja dan sisanya dibayar jika orang tersebut tetap bekerja di perusahaan beberapa bulan setelahnya.
Menyeleksi dan menguji kecocokan
Para penasihat menyatakan bahwa, setelah kandidat didapat, mereka biasanya mengadakan wawancara telepon selama 15 menit untuk menilai cara bicara kandidat di telepon – karena, nantinya, mereka mungkin akan berbicara dengan nasabah dan prospek. Jika dianggap lulus, kandidat diundang untuk wawancara tahap dua secara tatap muka dan, di sebagian kasus, mengikuti tes kepribadian atau asesmen.
Prosedur itu dijalankan Bennett. Ia menggunakan Kolbe A Index, tes yang mengukur kekuatan kognitif dan insting seseorang untuk bekerja, “agar ada keserasian di antara orang dan posisi yang dijabatnya.” Kolbe mengukur empat mode tindakan — fact finder, follow through, quick start, dan implementor — menggunakan skala 1-10. (Skor sempurna untuk seorang admin adalah 7, 7, 3, 3.) Misalnya, fact finder mengukur jumlah informasi yang dibutuhkan seseorang untuk mulai mengerjakan tugas. Tujuh skor yang baik untuk admin; orang dengan skor lebih tinggi mungkin sulit mulai bekerja karena merasa selalu butuh lebih banyak data. Skor 3 untuk quick start pas untuk admin “karena yang dicari adalah orang yang mengikuti proses dan menuntaskan tugas, bukan yang beralih ke tugas lain saat tugas yang satu belum usai,” kata Bennett.
Lama dalam merekrut, cepat dalam memecat – itulah mantra orang personalia. Namun, proses perekrutan panjang bisa berujung hilangnya kandidat yang baik. Dahulu, Jason L. Smith, anggota 18 tahun MDRT dari Westlake, Ohio, AS, mengadakan wawancara telepon dan tatap muka berkali-kali dan bahkan meminta kandidat cuti sehari dari tempat kerjanya untuk mengikuti karyawan yang akan melatihnya saat sudah direkrut nanti.
“Sekitar setahun terakhir, kami sadar bahwa, ketika pasar tenaga kerja begitu kompetitif, kami kehilangan kandidat bagus karena proses yang terlalu panjang dan berlarut-larut,” kata Smith. “Memang harus sabar dalam mengambil keputusan, tetapi mengingat ketatnya kompetisi di bursa tenaga kerja, proses harus kami percepat dan keputusan perekrutan kami delegasikan kepada manajer perekrutan, dengan antisipasi masa percobaan 90 hari.”
Di samping menilai keterampilan dan watak melalui wawancara dan tes kepribadian, ada hal lain yang dicari Simon John Gibson, Dip PFS, dari para pelamar: kebaikan hati. Di mata anggota 24 tahun MDRT dari Newmarket, Inggris, Britania Raya, ini, kebaikan hati adalah pertanda empati – hal yang dibutuhkan oleh rekrutan baru untuk memahami mengapa perusahaan asuransi ada dan peduli dengan kondisi para nasabah.
“Kebaikan hati itu ajaib. Saya suka orang yang memiliki rasa kepedulian tinggi,” kata Gibson. “Pernah menjadi pengurus komunitas lokal atau relawan adalah pengalaman yang ingin saya lihat di CV pelamar. Jika ada calon yang pernah terlibat di organisasi pemuda, menjadi bendahara di komunitas lokal, atau menjadi relawan yang membantu para lansia, kriteria itu lebih saya utamakan ketimbang hasil ujiannya.”
Protap kerja vs. pengalaman
Haruskah pengalaman di bidang jasa keuangan menjadi prasyarat merekrut staf pendukung, atau bisakah penasihat mempertimbangkan orang yang belum pernah bekerja di kantor jasa keuangan tetapi mau belajar?
Librada Gonzalez, anggota 11 tahun MDRT dari Panama City, Panama, bingung melihat banyaknya penasihat yang terimpit waktu dan kewalahan memproses nasabah kepayahan saat perlu mencari staf pembantu. Angkatan kerja Panama sarat akan praktisi dengan pengalaman administratif, tetapi kandidat pegawai yang pernah bekerja di sektor asuransi jarang ada. “Saya mencoba mencari orang dengan pengalaman relevan supaya tidak harus mulai melatih dari nol,” ujarnya.
Agensinya didukung 25 agen dan tujuh anggota staf. Jarang ada karyawan yang keluar, tetapi baru-baru ini seorang staf pembantu yang telah bekerja lima tahun di sana mengundurkan diri. Karena minimnya waktu untuk melatih staf baru, ia mencoba mencari calon yang bisa langsung menangani tugas pengumpulan data, teknologi, dan penyusunan laporan compliance.
“Bagaimana merekrut orang tanpa pengalaman di asuransi supaya dia langsung siap pakai karena waktu saya untuk melatihnya sangat terbatas?” tanya Gonzalez.
Mungkinkah protap yang dapat diikuti staf baru cukup untuk menggantikan pengalaman?
Douglas John Bennett berpendapat bahwa tahap-tahap dasar proses asuransi adalah mengisi surat pengajuan, menyusun ilustrasi, check up kesehatan, seleksi polis, dan penerbitan polis. Semua langkah itu dapat diperinci dalam sebuah protap sehingga penasihat tidak perlu mencari staf baru berpengalaman.
“Susun protap untuk setiap pekerjaan. Bila berubah, minta staf menyusun protap baru dengan cukup perincian sehingga siapa pun bisa mengikutinya. Perlu waktu memang, tapi jika protapnya praktis, tidak perlu skill tinggi untuk menjalankannya,” kata Bennett, seraya menambahkan bahwa protap mungkin lebih mampu menggantikan pengalaman untuk konteks agensi kecil, dan bukan agensi besar.
Kendati demikian, protap mendetail pun ada batasnya. Saat Wade A. Baldwin mempekerjakan staf pembantu untuk agensi captive (terikat pada satu perusahaan asuransi saja) yang besar, ia merasa ada manfaatnya kalau staf admin punya pengetahuan dasar tentang produk keuangan yang mereka kelola.
“Saya mengikutkan staf baru saya di program pelatihan penasihat baru sehingga dia bisa mempelajari proses kami dalam menjual dan menawarkan produknya. Dan hasilnya baik sekali,” kata Baldwin.
“Saat nasabah menelepon dan menyebutkan detail tentang sebuah produk, seperti mengajukan pinjaman atas nilai tunai polis, setidaknya staf mengerti. Itu bukan hal yang dapat dipelajari dalam seminggu. Harus paham betul supaya staf dapat melayani nasabah sesuai ekspektasi saya. Tak bisa diprotapkan dengan instruksi ‘Centang kotak ini atau jawab A untuk pertanyaan B.’ Harus ada interaksi sehingga nasabah merasa kebutuhannya dipahami.”
Gail Singh, FCCA, FSCP, adalah orang yang tak mau tawar-menawar untuk urusan protap kerja. Anggota 10 tahun MDRT dari Tunapuna, Trinidad dan Tobago, ini meraih sertifikasi manajer kualitas/keunggulan organisasional di tahun yang sama saat ia menjadi penasihat keuangan. Ia menyadari bahwa, sekalipun ada protap mendetail, jika tidak akrab dengan semua fungsi di sebuah kantor, staf tidak akan tahu hal yang mesti terjadi setelahnya. Karena itu, mengenalkan berbagai fungsi lain yang ada di kantor praktik jasa keuangan akan memberdayakan staf dengan pengetahuan. Ia juga mengikutkan staf adminnya di program pelatihan penasihat baru.
“Saat saya merekrut staf, saya semangati mereka untuk belajar banyak tentang bisnis ini dan menguatkan keterampilan agar tak cuma menjadi juru ketik,” kata Singh. “Mereka jadi lebih terampil, dan Anda senantiasa punya orang-orang ahli di perusahaan. Itu salah satu solusi untuk meretensi mereka sebagai karyawan.”
Tapi bagaimana agensi kecil tanpa akses ke sumber daya pelatihan agensi besar memberdayakan staf pembantunya? Salah satu cara Yuka Nakahara-Goven, MBA, CLU, anggota 26 tahun MDRT dari Dallas, Texas, AS, “memperlihatkan seluk-beluk dan fondasi bisnis ini” adalah dengan mengajak dua stafnya mengunjungi lifehappens.org. Mereka menonton video tentang andil asuransi jiwa dalam menghindarkan orang dari malapetaka finansial dan membahas petikan pelajaran dari situs web yang juga menyajikan blog dan literatur tentang produk asuransi itu. Agenda pelatihan mingguannya meliputi satu jam belajar di kursus daring tiap Senin, satu jam rapat staf untuk menangani persoalan proses, dan waktu khusus untuk berbagi contoh kasus bersama tim.
“Saya paparkan alasan kami melakukan ini untuk nasabah dan bertanya, ‘Bagaimana menurut kalian?’” kata Nakahara-Goven. “Lantas, banyak pendapat dan saran terlontar karena keterlibatan mereka. Mereka bukan ahli, tapi ada baiknya mendengarkan apa hal yang akan mereka lakukan andai orang tersebut nasabah, diri, atau keluarga mereka sendiri. Diskusinya menyenangkan. Kami berbincang selama satu jam, dan kadang mereka mendapatkan momen pencerahan dan akhirnya bisa mengerti alasannya. Baik sekali jika semua dilibatkan.”
KONTAK
Wade Baldwin wade.baldwin@sunlife.com
Douglas Bennett dougbennett@tpllp.com
Simon Gibson sgibsonmdrt@gmail.com
Librada Gonzalez librada.gonzalez@ljseguros.com
Yuka Nakahara-Goven ynakahara@ft.newyorklife.com
Mark Olson mdolson67@gmail.com
Gail Singh singh.gail@gmail.com
Jason Smith jsmith@c2penterprises.com
Erika Silva Velasco erika.silva@eoscoachingfinanciero.com