Perencanaan pensiun: Bukan soal uang semata
Timothy Inklebarger
di Majalah Round the Table1 Nov 2023

Perencanaan pensiun: Bukan soal uang semata

Membahas topik-topik berat dengan nasabah bantu mereka hindari lubang masalah dan dekatkan mereka dengan praktik Anda.

Memasuki masa pensiun adalah salah satu transisi terbesar yang akan dijalani banyak orang dalam hidupnya dan, kendati bisa menjadi babak baru yang menggembirakan, transisi ini juga bisa menjadi salah satu yang terberat – untuk mereka yang siap secara finansial sekalipun. Menurut para anggota MDRT yang berfokus pada perencanaan pra-pensiun, transisi tersebut tidak hanya membuka peluang untuk membantu nasabah menghadapi realitas barunya, tetapi juga memperkuat relasi dan potensi referensi.

Clay Gillespie, CFP, CLU, anggota 22 tahun MDRT dari Vancouver, British Columbia, Kanada dan Sekretaris MDRT, berkata masa pensiun bisa menjadi salah satu faktor stres terbesar dalam hidup nasabah, khususnya yang kekayaannya terikat pada mata pencahariannya.

“Tekankan hal itu dan pandu mereka melalui prosesnya karena mereka kerap menyangka masa pensiun itu isinya hanya yang indah-indah saja,” katanya. “Harus dibahas, agar nasabah mengerti bahwa pensiun itu perjalanan, bukan tujuan.”

Masa maju jalan

Gillespie berkata dua tahun pertama pensiun biasanya menjadi masa-masa termahal dan, umumnya, baru pada sekitar tahun ketigalah nasabah mulai stabil di fase baru hidupnya ini. Beberapa tahun pertama, yang disebut Gillespie “masa maju jalan”, sering digunakan untuk mewujudkan keinginan dan kesempatan yang tertunda di tahun-tahun akhir bekerja.

Termasuk di dalamnya, target-target besar seperti renovasi rumah dan berkeliling dunia, atau sesederhana merancang ulang taman di halaman. Hal-hal yang ingin dilakukan para pensiunan di beberapa tahun pertama ini seringnya lebih mahal dan tidak akan berulang, jelas Gillespie.

Nasabah akan lebih terbantu jika penasihat mendampinginya dalam merancang kehidupan pensiunnya secara holistik, bukan terpaku pada aspek keuangan saja, katanya. Menurut Gillespie, penasihat perlu menyadari bahwa, di masa pensiun sekalipun, kebutuhan penghasilan nasabah akan berubah dramatis seiring waktu, dan dana lebih untuk tahun-tahun pertama itu perlu dianggarkan.

“Salah jika berasumsi bahwa pensiunan baru butuh penghasilan stabil yang telah disesuaikan dengan inflasi di sepanjang masa pensiunnya,” katanya. “Jika dikaji, dengan asumsi penghasilan bersih (setelah pajak dan inflasi) tetap yang dapat dibelanjakan selama masa pensiun, itu berarti nasabah tidak bisa membelanjakan lebih banyak uang di masa maju jalan, saat dia relatif lebih sehat dan giat.”

Gillespie berkata, nasabah di praktiknya biasanya baru perlu menambah penghasilan setiap tiga atau empat tahun, bukan tiap tahun, dan pada saat mereka tiba di, istilahnya, “masa pelan-pelan” — saat tidak seaktif sebelumnya — nasabah mungkin tak perlu lagi meningkatkan penghasilannya.

“Sudah jadi tugas kita untuk menentukan patok-patok pemandu terkait jumlah penghasilan yang dibutuhkan di tiap tahap masa pensiun,” katanya.

Sudah jadi tugas kita untuk menentukan patok-patok pemandu terkait jumlah penghasilan yang dibutuhkan di tiap tahap masa pensiun.
— Clay Gillespie

Jangan dipikir sambil jalan

Jika ingin membantu nasabah mewujudkan impiannya, bantulah dia untuk mengenali segi-segi nonfinansial dari masa pensiun, menurut Juli Y. McNeely, CFP, CLU, anggota 16 tahun MDRT dari Spencer, Wisconsin, AS. “Kaget saya melihat banyaknya nasabah yang belum membahas hal ini dan bersikap ‘dipikir sambil jalan’ saat sudah pensiun nanti,” katanya.

McNeely dan timnya menyusun daftar pokok bahasan untuk dipertimbangkan nasabah, yang berdasar pada konsep Manusia Seutuhnya MDRT. Nasabah dapat meninjau daftar perencanaan pensiun ini sendiri atau dengan didampingi penasihat. Tujuannya adalah menyingkap tujuan-tujuan nasabah di masa depan, ujarnya.

Pokok-pokok bahasan pra-pensiunnya meliputi:

  • Hobi apa yang ingin Anda lakukan saat pensiun, atau apakah Anda ingin mencoba hal baru?
  • Bila sudah tidak bekerja lagi, bagaimana relasi Anda dengan teman-teman yang belum pensiun atau yang sudah memasuki masa pensiun?
  • Bagaimana Anda memitigasi risiko seperti sakit kritis atau perawatan hari tua, atau merawat orang tua yang sudah lansia atau anak yang belum mandiri?
  • Sudah punya akuntan/konsultan pajak yang mengurus kewajiban pajak Anda selama pensiun?
  • Apakah semua dokumen legal dan penunjukan ahli waris sudah beres? Punya rencana untuk berdonasi, saat ini dan saat Anda meninggal dunia?
  • Anda ingin bepergian ke destinasi mana saja?
  • Ada profesi yang ingin digeluti setelah pensiun nanti? Apa kegiatan Anda jika pasangan masih bekerja?
  • Anda ingin dikenang seperti apa? Ingin mewariskan sesuatu untuk orang-orang tercinta?
  • Ingin lebih sering bersama keluarga dan teman-teman?

Pendekatan McNeely menyentuh berbagai potensi risiko yang luput ditangani dalam perencanaan keuangan, seperti mengelola waktu untuk keluarga. “Ingin mengatur agar waktu untuk keluarga dipastikan tersedia?” tanyanya kepada nasabah.

Realitas masa pensiun

Gillespie juga menjajaki risiko-risiko emosional yang mungkin dihadapi nasabah di masa pensiun, seperti rasa bosan, hilangnya jati diri, dan merasa tak berguna lagi. Ia menekankan bahwa perceraian pascapensiun pun lazim terjadi.

Isu-isu ini bahkan lebih kentara lagi untuk orang yang hendak pensiun dini, katanya. “Saat Anda pensiun dini dan belum terbiasa dengan gaya hidup pensiun, teman-teman yang lain masih bekerja atau sudah punya gaya hidup pensiunnya sendiri, sehingga Anda kesepian,” katanya.

Kembali ke dasar

Selain fokus dominan pada keinginan dalam konteks relasi antarpribadi, pertanyaan yang diajukan McNeely juga menyentuh isu-isu terkait pajak, potensi risiko kesehatan, rencana waris, dan masa depan finansial secara menyeluruh.

“Kita perlu memastikan nasabah punya akuntan atau konsultan pajak,” katanya. “Kita juga perlu memastikan ada keselarasan dengan aneka strategi pengurang pajak yang kita terapkan.”

Ia berkata, daftar pokok bahasan tersebut bertujuan mengawali diskusi soal isu-isu yang kerap terlewatkan nasabah yang masih sibuk di masa produktifnya.

“Bahas pula kekurangan yang masih ada dalam gambaran finansialnya, dan pastikan nasabah sepaham dengan pasangannya,” katanya. “Pemastian cara menangani pengeluaran yang berlebih atau kurang, serta rencana donasi, juga penting dibahas sebelum nasabah sudah terlalu jauh masuk ke masa pensiun.”

Senada dengan itu, Gillespie juga membahas risiko-risiko yang mungkin dihadapi nasabah di masa pensiun, seperti inflasi, usia panjang, volatilitas pasar, risiko kesehatan, dan lainnya. “Saya bilang, ‘Anda pensiun cuma sekali, tapi saya membantu orang pensiun tiap hari. Sudah saya lihat baik-buruknya, secara emosional maupun finansial.’”

Ia berkata penasihat perlu menekankan bahwa kekhawatiran atau kebimbangan yang mungkin dirasakan pada prosesnya adalah hal yang wajar.

Bagus untuk bisnis

Menurut McNeely, upaya serius menangani aspek emosional saat mendampingi nasabah menuju pensiun akan memastikan nasabah mengambil keputusan yang lebih baik untuk mencapai tujuannya, dan keberhasilan dalam menangani kebutuhan mereka bisa menguatkan bisnis penasihat.

“Gambaran dan peta yang memandu nasabah menjalani rangkaian dialog dan pengambilan keputusan ini sangat diapresiasi dan menguatkan relasi nasabah dengan bisnis Anda,” katanya.

Dengan membimbing nasabah untuk mengenali isu finansial – dan emosional – yang mungkin terjadi, jumlah nasabahnya pun bertambah, katanya.

“Kami mendapatkan banyak sekali referensi karena penasihat lain tidak melakukan ini untuk nasabah mereka,” katanya. “Kita semua piawai membantu kesiapan finansial nasabah untuk masa pensiun, tapi apa cuma sampai situ? Hemat saya, kita pun bisa memastikan nasabah punya rencana kesiapan masa pensiun pribadinya, sehingga saat kita bertanya, ‘Anda siap?’ jawaban nasabah adalah ya.”

Kontak

Clay Gillespie claygillespie@gmail.com
Juli McNeely juli@financialclaritybydesign.com