Meneruskan bisnis orang tua tidak semudah kedengarannya. Mitsutaka Kato merasakan sendiri hal itu saat ia mengambil alih nasabah ayahnya bertahun-tahun lebih cepat dari rencana.
Kato, anggota dua tahun MDRT dari Kumamoto, Jepang, resmi mengambil alih nasabah sang ayah, anggota 14 tahun MDRT Mitsuhiro Kato, dua tahun lalu, setelah masalah kesehatan Mitsuhiro memaksa proses suksesi bisnisnya maju beberapa tahun lebih cepat. Kato menjadi asisten di kantor ayahnya 10 tahun lalu, dengan fokus mengurus administrasi selama delapan tahun pertama.
Ayahnya mengingatkan, butuh satu dekade untuk menjalin relasi erat dengan nasabah. Maka, Kato berencana menatar dahulu pemahamannya akan profesi ini sebelum meneruskan bisnis sang ayah. Saat waktunya terpangkas singkat, ia pun menjadi penasihat keuangan dan mulai menemui nasabah.
Modal awal rasa percaya
Ternyata, sebagian aspek transisinya lebih mudah dari yang disangka, terlebih karena Mitsuhiro sering mengajak putranya ke tempat nasabah sejak ia masih kecil. Meski Kato kurang ingat tentang kunjungan itu, karena usianya baru dua atau tiga tahun, ada saja nasabah yang bilang — dan membuatnya agak tersipu — “Kamu dulu lucu banget waktu masih kecil.” Ayahnya telah menabur bibit relasi antara putranya dan nasabah, hal yang diakui Kato sangat membantu perannya sebagai penasihat.
Kato mengakui ada untungnya mengambil alih basis nasabah yang sudah kuat. “Seumpama jarak ke nasabah itu 100, saya mulai dari titik 95,” kata Kato, yang kini menangani asuransi dan perencanaan keuangan untuk 500 nasabah. Nasabah tergerak mengikuti sarannya hanya karena saran itu berasal darinya. Mereka pun membeli tanpa banyak bertanya. Namun, rasa percaya sebesar itu diiringi tanggung jawab yang sama besar, kata Kato. “Rasanya gugup sekali. Saya harus lebih teliti merancang solusi, mengingat besarnya rasa percaya nasabah. Punya modal awal rasa percaya tidak berarti segalanya mudah.”
Kato dahulu tidak berencana meneruskan bisnis ayahnya. Ia mengambil jurusan vokasi kesejahteraan sosial dan bekerja di fasilitas panti jompo. Meski mengakui dampak dari pekerjaannya itu, rintangan yang ia lihat saat ini dan ke depannya membuat Kato menimbang cara lain untuk membantu sesama.
Setelah keluar dari tempat kerja yang lama, ia mencoba bekerja di beberapa tempat, termasuk di toko produk olahraga dan toserba, dan di situlah ia belajar seni interaksi tatap muka, yang terbukti bermanfaat di profesinya saat ini. “Saya belajar mengatasi kesulitan dengan dialog,” ungkapnya. “Gaya bicara bisa membuat klien tidak nyaman, jadi kita harus teliti memilih kata-kata.”
Belajar cara kerja
Saat menerima tawaran untuk bergabung dengan kantor ayahnya, ia berkonsentrasi mengurus tugas admin, seperti penyiapan kontrak, korespondensi, dan permohonan dokumen untuk dikirim ke perusahaan asuransi. Hal itu tidak hanya mendidik Kato tentang peran seorang penasihat, tetapi juga membuatnya melihat sisi lain dari sang ayah.
“Ayah saya sehari-harinya orang yang blak-blakan. Fokusnya benar-benar tak tergoyahkan. Sebagai putranya, saya tak pernah melihatnya risau, sebelum saya memahami pekerjaannya,” kata Kato. “Saya sadar, dia sangat memprioritaskan para nasabah, dan saya bisa merasakan itu. Saya ingat, saya baru bisa memahaminya setelah kami mulai bekerja bersama.”
Kato menyaksikan buah dari kepedulian itu setelah mengambil alih bisnis ayahnya ketika sepasang lansia mereferensikan nasabah baru seraya berkata, “Saya percaya karena kamu putra Mitsuhiro.” Namun, bagi Kato, kepercayaan itu tidak boleh membuatnya takabur. Kepercayaan besar justru menghadirkan tanggung jawab yang lebih besar.
Kini, Kato meneruskan kebiasaan ayah-nya yang sering mengunjungi nasabah dan ada kalanya nasabah berkata, “Tumben,” kalau Kato sudah sebulan tidak berkunjung.
Nasabah yang telah bertahun-tahun mengenalnya pun memberi pujian. “Wah, Kato kecil sudah tumbuh jadi pria yang andal,” kata mereka kepadanya. Kato tidak semerta ingin melampaui ayahnya, tapi ia bertekad melayani nasabah sebaik-baiknya. Mungkin itulah salah satu tujuan terbaik suksesi di bisnis ini.
Sekarang, Kato menangani tugas-tugas harian sendiri, termasuk kontrak dan klaim asuransi. Ayahnya mundur ke posisi asisten yang dulu diemban Kato, tapi masih siap membantu bila ada masalah.
Bagi Kato, tanda paling terang bahwa nasabah kian nyaman dan percaya adalah cara mereka menyapanya. Awalnya, ia disapa “Nak-kun” – yang terasa formal. Lalu, “Mitsutaka-kun”. Dan sekarang, “Taka-chan” – yang lebih akrab.
“Saya rasa itu pertanda bahwa upaya kami membina relasi berhasil,” kata Kato, “yang tentunya menjadi segi terpenting di profesi ini.”
Tetsuo Kageshima adalah penulis untuk Team Lewis, agensi komunikasi yang membantu pengembangan konten MDRT untuk pasar Asia-Pasifik. Hubungi. Contact mdrteditorial@teamlewis.com.
KONTAK
Mitsutaka Kato mitsutaka-katou8a@sonic-japan.co.jp