Pensiun bukan sekadar soal uang dan alasan orang tidak membeli
Kelola relasi pensiun dan atasi 4 keberatan terkait asuransi jiwa yang umum terjadi.
Alasan pensiun bukan sekadar uang
Oleh D. Scott Brennan
Bagi banyak orang sukses, sisi sulit dari pensiun bukan soal uangnya. Melainkan soal merasa tidak lagi dianggap penting. Hal itu melukai ego mereka. Banyak orang cerdas tidak mengantisipasi fase ini, tapi jika hal itu Anda sampaikan dengan lembut kepada nasabah dan mendiskusikannya, Anda akan menonjol dari penasihat keuangan lain.
Bagi penasihat keuangan yang menekuni bidang asuransi jiwa, mengelola hubungan mungkin lebih penting dari mengelola uang. Hubungan akan membuat Anda lebih peka terhadap sifat manusia. Sebagian hubungan terjalin dengan orang yang hendak atau sudah pensiun, dan banyak dari kita bisa menghitung tingkat pengembalian uang. Tapi, tingkat pengembalian hubungan Anda dengan orang lain bersifat eksponensial. Matematika tak punya emosi, manusia punya.
Pola pikir
Orang yang dapat menerima dirinya lebih mampu beradaptasi dengan masa pensiun. Tapi makin tinggi posisi seseorang dalam karier, makin sulit untuk berhenti. Ingat, sebagian besar kita pernah menyaksikan langsung contoh-contoh cara pensiun yang baik. Jika nasabah kesulitan menghadapinya, hubungi, hibur, ajak makan siang. Sebagian besar orang mengharapkan kebaikan dari sesamanya. Keberlimpahan itu ada di pikiran kita. Kita tak selalu butuh lebih, tapi kita butuh satu sama lain, dan itu cukup. Selalu begitu adanya.
Bagaimana tidurmu?
Jika nasabah tampak sedang susah dan Anda bertanya bagaimana kabarnya, mereka mungkin tak akan selalu terbuka pada Anda. Tapi, jika Anda bertanya soal tidurnya, kemungkinan besar mereka akan mengutarakan kegelisahannya. Perilaku intuitif ini, yang disebut empati aktif, sangat berharga di profesi kita.
Gunakan empati dan kebijaksanaan
Awalnya, Anda muda. Lalu, Anda paruh baya. Kemudian, Anda luar biasa. Jalani setiap masa dan nikmati kebijaksanaan yang tumbuh seiring jalan. Ceriakan hari orang yang sudah pensiun dan puji mereka dengan tulus. Para lansia, dan bahkan orang-orang paruh baya, cenderung terabaikan dan terpinggirkan oleh masyarakat dan media. Orang-orang muda memandang seolah kita tak kasatmata. Tangan saya sama, kaki saya sama. Akan tetapi, hati dan pikiran saya bertumbuh karena Million Dollar Round Table.
D. Scott Brennan, dari South Bend, Indiana, AS, adalah anggota 41 tahun MDRT dan Mantan Presiden MDRT. Hubungi Brennan di scbrennan@financialguide.com.
Mengatasi 4 sebab umum orang tidak beli asuransi
Oleh Zilia Tam
Terkadang, karena gagasan yang telanjur berakar, prospek dan nasabah berpikir mereka tidak butuh asuransi jiwa atau perlindungan apa pun dan menepis niat penasihat keuangan yang mendekat. Anggota tujuh tahun MDRT, Lee Oi Tung, dari Kowloon, Hong Kong, Tiongkok, jabarkan alasan timbulnya aversi terhadap asuransi, serta cara untuk menanganinya.
1. Gagal memahami arti dan nilai solusi yang diajukan. Terkadang nasabah kurang memahami polis asuransi yang relevan dan manfaat perlindungan tersebut baginya dan orang-orang tercintanya.
Cara menanganinya: Beri nasabah informasi tambahan. Sebelum memberi saran, pahami sepenuhnya muatan aneka produk asuransi dan informasi pasar lain yang relevan sehingga Anda bisa mantap menjawab pertanyaan nasabah. Langkah ini menggugah keyakinan nasabah untuk mengambil asuransi, kata Lee.
2. Kurangnya rasa urgensi untuk berasuransi. Jika nasabah bersikap takabur dan merasa tidak akan tertimpa kecelakaan atau sakit serius, mereka akan mengabaikan kebutuhan membeli asuransi.
Cara menanganinya: Bagikan cerita dan informasi. Lee pernah merekomendasikan asuransi penyakit kritis kepada nasabah berusia 27 tahun yang, seperti orang muda lainnya, merasa diri mustahil terkena sakit berat dan tidak mau membeli asuransi. Tapi, Lee tetap menjaga komunikasi dan rutin membagikan informasi praktis, seperti waktu tunggu mendapat perawatan di rumah sakit umum dan swasta dan data statistik kanker, untuk menyadarkannya soal pentingnya membeli asuransi penyakit kritis. Setelah beberapa bulan, nasabah membeli asuransi itu.
3. Tidak yakin pada penasihat keuangan. Biasa terjadi saat agen asuransi jiwa dan penasihat keuangan menghubungi prospek dan nasabah baru.
Cara menanganinya: Lee menyarankan untuk memahami latar belakang, ekspektasi, situasi keuangan, kebutuhan, dan keyakinan nasabah sebelum menyodorkan saran dan rencana untuk dipilih nasabah.
4. Takut jadi pemegang polis yatim. Nasabah mungkin khawatir agen asuransinya berhenti sehingga pertanyaan, kompensasi, pembaruan, dan hal lainnya jadi terbengkalai, dan proteksinya hilang. Mereka enggan menerima saran penasihat baru yang tidak mereka percaya.
Cara menanganinya: Penasihat perlu lebih sabar dan tulus dalam memantapkan citra profesional dan andal untuk meraih kepercayaan nasabah. Bina relasi dengan mengirimkan kartu ucapan, rutin bertanya kabar, dan menawarkan nasihat pada waktu yang tepat. Memang butuh waktu dan harus sabar. Tapi tetap, “jangkau prospek baru lainnya untuk perkaya pengalaman dan menambah peluang closing di masa depan,” kata Lee.
Jaga sikap yang positif dan tulus, katanya. Meski awalnya nasabah waspada, penasihat seyogianya terus menunjukkan kepedulian untuk membangun kepercayaan nasabah.
Zilia Tam adalah penulis untuk Team Lewis, agensi komunikasi yang membantu pengembangan konten MDRT untuk pasar Asia-Pasifik. Kontak mdrteditorial@teamlewis.com.
Para anggota dan ahli dari seluruh dunia berbagi cara meningkatkan produktivitas, mencari inspirasi, dan menyeimbangkan hidup di Blog MDRT. Pindai kode QR atau kunjungi mdrtblog.org/subscribe untuk menerima wawasan bernas di surel Anda dua hingga tiga kali seminggu.
Kontak
Lee Oi Tung horace.ot.lee@sunlife.com.hk