
Bila ditanya berapa jam sehari atau sepekan ia habiskan di Facebook, Sarah Bloxham tertawa. Tapi bukan karena scrolling gambar liburan dan keluarga kenalannya di sana.
Anggota lima tahun MDRT dari Auckland, Selandia Baru, ini menganggap grup Facebook khusus sebagai ruang penuh prospek ideal, yang menantikannya menjawab pertanyaan terkait bidang keahliannya. Itulah mengapa Bloxham, yang menangani program KPR perdana dan asuransi, menaksir 98% dari nasabahnya berasal dari media sosial.
Tapi bukan berarti itu terjadi semudah membalik telapak tangan.
“Ada yang mengirim pesan ke Facebook saya, ‘Dua tahun terakhir kami lihat Anda giat membalas postingan,’” kata Bloxham. “‘Kami ingin mengambil KPR, dan kami rasa Anda konsultan ahlinya.’”
Fokus Bloxham pada nasabah KPR perdana timbul dari sikap mau belajar dan kebutuhan mereka akan konsultan dalam proses pembelian terbesar di hidup mereka ini. Ditambah lagi, mereka mungkin belum punya asuransi. Ia juga menangani asuransi jiwa, proteksi penghasilan, penyakit kritis, dan kesehatan. Bloxham fokus ke Facebook karena latar belakang pendidikan TI dan rutinitasnya bertemu nasabah secara virtual sejak terjun ke profesi jasa keuangan pada 2015. Juga karena, waktu ia sempat mau bertemu langsung dengan prospek, Bloxham pernah hampir salah rumah, di lingkungan yang kurang aman.
“Saya kapok,” kata Bloxham.
Tujuan Bloxham menghadirkan keamanan dan efisiensi untuk nasabah hanya akan masuk akal jika ia sendiri aman dan efisien. Tapi mengapa efektif, padahal penasihat lain bisa menyetor konten yang sama ke laman Facebook, dan prospek bisa saja memungut infonya lalu langsung ke bank untuk KPR-nya?
Bloxham punya beberapa strategi:
Balas cepat dan sering. Bloxham melacak kapan laman-laman preferensinya (dua di antaranya berisi 70.000 anggota) menerbitkan konten dan mengatur harinya untuk aktif kadang sedini pukul 06.15 dan selarut pukul 22.00, dan kerap membalas saat jam makan malam. Rutinitas ini terjadi sepanjang tahun pada pekan kerja — kecuali 2,5 pekan saat kantor tutup pas Natal pada musim panas Selandia Baru — demi bisa hadir konsisten.
Bersikap profesional dan mendorong tanpa memaksa. Ada penasihat yang terlalu formal saat membalas, kata Bloxham, ada juga yang terkesan sok akrab – semua dipanggil “sob” (“mate”). Kalau Bloxham, ia sering membalas dengan berkata, “Hei, pertanyaannya bagus…” dan menjawab tanpa membuka semuanya yang mungkin ingin atau perlu diketahui orang. Jika orang menghubungi lewat laman bisnis Facebook-nya (karena postingnya anonim dan Bloxham tak bisa menginisiasi komunikasi, ia minta prospek untuk menghubunginya dan berdiskusi lebih lanjut), komunikasi lanjutan dan rapat Zoom (setelah angket informasi dilengkapi) bisa menghasilkan nasabah, bukan orang yang cari jawaban cepat dari bank di mana mereka tidak akan menerima layanan yang sama tentang cara pengajuan dan tingkat bunganya.
Menunjukkan keahlian tanpa perseteruan. Baru-baru ini, Bloxham mengomentari postingan penasihat lain dan mengoreksi informasi tentang saran untuk pembeli perdana yang tak berlaku lagi di Selandia Baru. Agar tak terkesan meremehkan koleganya, ia sekadar berkata bahwa jawabannya kurang pas untuk konteks penanya. Lalu, ia berikan info yang tepat dan mengajak penanya mengiriminya pesan untuk detail lengkapnya.
Berusaha menemukenali nasabah yang tepat. Jika prospek berkata sedang pilih-pilih penasihat, Bloxham tidak akan menemui mereka karena tiap penasihat punya gayanya sendiri, dan ia tidak ingin memperebutkan satu nasabah dengan cara itu. Sebelum pertemuan, ia mengirim angket untuk menggali informasi tentang prospek. Rapat baru dijadwalkan setelah pencarian informasi selesai. Ia juga memastikan prospek tidak memiliki riwayat kredit buruk, yang bisa menghambat proses KPR-nya. Jika sebelum atau pada saat rapat terlihat bahwa riwayat kredit prospek buruk, Bloxham menawarinya untuk dirujuk ke penasihat lain yang menangani situasi tersebut. Ia juga tidak melayani orang dengan banyak properti investasi karena mereka lebih resistan terhadap jenis bantuan yang disediakannya.
Bila punya konsultan, Anda tidak sendirian.
—Sarah Bloxham
Sabar, dekat, dan seimbang. Meski belum lama ini Bloxham menuntaskan proses KPR nasabah setelah pendampingan tiga tahun (kasus ekstrem), jangka rata-ratanya enam hingga 12 bulan. Tapi ia sendiri tegas tidak menunggu enam bulan baru menghubungi prospek lagi. Janji temu berikutnya dijadwalkan di akhir tiap pertemuan dan komunikasi dijaga dengan buletin bulanan dan titik interaksi lain tiap tiga bulan untuk mengecek kesiapan prospek. (Sering, nasabah akhirnya mengambil asuransi darinya sebelum serah terima kunci.) Sadar bahwa bisnisnya bertumpu pada teknologi yang tak kenal waktu, Bloxham mematok jadwal rapat paling sore pukul 17.30 untuk Senin sampai Kamis dan pukul 13.00 untuk Jumat, agar ia bisa menggunakan sisa jam kerja untuk ancang-ancang pekan depan. Ia juga sampaikan kepada nasabah bahwa tiap sesi berdurasi 30 menit.
Bloxham tidak main TikTok atau Instagram karena platform tersebut lebih condong ke unggahan informasi tanpa diminta, bukan menanggapi pertanyaan. Selain itu, dengan laman pribadi dan laman bisnis, Facebook menyediakan banyak wadah, tempat orang dapat menghubungi dan mengenalnya.
Saat mengirim angket pencarian informasi, ia meminta prospek untuk menyukai laman bisnisnya, tempatnya memposting tiga kali seminggu. Pada akhirnya, semua itu demi menunjang upayanya menjadikan pemilikan rumah lebih bisa dicapai dan lebih santai.
“Saya menghubungi tiap nasabah malam sebelum transaksi, dan pekan lalu ada nasabah yang berkata, ‘Ini semua berkat bantuan Anda,’” kenang Bloxham. “Saya keluar dari rapat Zoom dengan hati puas.
“Bila punya konsultan, Anda tidak sendirian.”
Mengenali audiens sendiri
Seperti Bloxham, Bhupinder S. Anand, ACII, Dip PFS, sukses besar dengan menanggapi pertanyaan terkait keuangan di Facebook. Anggota 28 tahun MDRT dari London, Inggris, Britania Raya, ini, menanggapnya pemasaran gratis dengan komponen publik yang penting dan sangat menjanjikan. Di awal-awal, Anand sadar bahwa “Audiens saya bukan orang yang bertanya, tapi yang akan membaca jawabannya.”
Selain mengirimkan angket informasi, ia meminta prospek menonton video satu jam yang menjelaskan soal perencanaan warisan dan istilah-istilah teknis di bidang tersebut. Jika mereka tidak mengisi angket dan/atau menonton videonya, Anand tidak menemui mereka. Langkah ini penting mengingat besarnya jumlah prospek yang perlu diseleksi.
Anand juga pernah diminta oleh beberapa pemilik grup Facebook untuk membawakan webinar langsung, dan sesi-sesi tersebut jadi panduan tetap di beranda grup tersebut. Karena aktivitasnya ini, ia juga diundang sebagai tamu podcast dan wawancara TV. “Rekomendasi pihak ketiga tak ternilai manfaatnya,” katanya, “dan kredibilitas saya melambung.”
Kontak
Bhupinder Anand bhupinder@anandassociates.com
Sarah Bloxham sarah@letstalkmortgages.co.nz