
Bocah 15 tahun yang sudah 34 kali pindah rumah asuh datang ke Focus Charity dan mengaku titik singgahnya setelah ini adalah jembatan, tempatnya akan terjun mengakhiri hidup. Matt Lilley, direktur lembaga itu, terdiam seribu bahasa. Jadi, dia minta pemuda itu membantunya.
Lilley sedang menyiapkan rapat perencanaan kerja sosial mendatang. Di sesi itu, peserta mengatur sendiri penanggung jawab tiap kegiatan. Pemuda itu mau membantu menyiapkan peralatan dan kursi. Obrolan pun lebih lanyah saat para peserta bergiat bersama, bukan duduk berhadap-hadapan. Lilley mengajak pemuda itu berbincang tentang orang yang sayang padanya dan akan merasa kehilangan bila dia tiada. Akhirnya, Lilley bilang besok dia boleh kembali jika masih mau membantu. Ternyata benar, dia kembali.
“Sekarang, dia sudah punya pacar, bekerja, dan jauh lebih baik,” kata Lilley, pemimpin lembaga yang berlokasi di Leicester, Inggris, Britania Raya, dan tahun lalu menerima Hibah Global $5.000 dari Yayasan MDRT, ini. “Kami berupaya agar orang muda sadar bahwa mereka berharga. Itu mengapa, daripada membantunya, saya justru minta dia membantu saya – agar dia termotivasi, meski saat itu dia merasa hidupnya sudah tidak berarti.”
Memantik dedikasi
Kala itu, Lilley sedang kuliah sejarah arsitektur dan tidak berniat terjun ke kerja sosial. Tapi pada 1995, di hari ketiganya sebagai relawan Focus Charity, dia ikut melerai pertengkaran dua remaja 14 tahun di acara darmawisata musim panas untuk 40 orang muda. Cekcok timbul usai remaja yang satu menyiram kasur remaja yang lain. Mampu redakan ketegangan dan mendorong anak untuk mengontrol emosi adalah awal mula karier 30 tahun Lilley di lembaga yang berprinsip bahwa menolong sesama adalah kunci membina harga diri bagi orang usia 13 hingga 25 tahun ini.
Lebih dari 40% orang muda di Leicester tumbuh dalam kemiskinan, dan Focus membuka diri bagi siapa saja, mendukung sebanyak mungkin orang selama yang dibutuhkan. Sekitar setengahnya dirujuk oleh guru, praktisi kesehatan mental, pekerja sosial, dan lainnya, sementara sisanya datang bersama teman atau karena mendengar infonya. Walau ada yang awalnya enggan — partisipasi sukarela adalah prinsip utamanya — menurut Lilley, orang harus tahu dirinya tidak dipaksa berbuat apa pun dan bebas ikut atau berhenti kapan pun. Ada pemuda yang datang ke Focus dan sudah tiga pekan ini hanya berdiri di luar ruangan, mendengarkan musik, dan tidak ikut aktivitas.
“Kami baru menggali tentang dirinya,” ujar Lilley, yang menyoroti bahwa Focus melayani 300 pemuda per tahun (lebih dari 21.000 sejak berdirinya) dan 30-50 orang sekali waktu. “Dia di sini dan ingin dibantu, tapi belum mengutarakannya.”
Cara kerjanya
Dengan dua pegawai purnawaktu, enam paruh waktu, dan 40 relawan, Focus buka selama beberapa jam tiga malam sepekan, sehari penuh tiap Selasa dan dua Sabtu sekali, plus tiap Jumat untuk kegiatan kebun warga. Proyeknya banyak yang terus aktif, seperti partisipasi di berbagai festival perayaan keberagaman warga sekitar, termasuk pemeluk agama Hindu, Sikh, dan Islam.
Setelah seorang pemuda tiba di Focus, dia dikenalkan ke para peserta lain dan diberi kesempatan untuk membaur. Dia dipasangkan dengan orang muda lain atau relawan yang berperan sebagai mentor dan menjelaskan aktivitas Focus.
Bertindak
Peserta diberi kesempatan – dan ini penting – untuk berbagi tentang hal yang berarti baginya dan ingin terlibat dalam hal apa. Aneka inisiatif terkait festival ini — seperti pembuatan dokumenter tentang Diwali dan acara dengan sesi belajar masak dan menari India, selain terlibat di festival Pride Leicester, kirab budaya Karibia, dsb. — berawal dari obrolan dengan orang muda tentang hal-hal yang mereka sukai dari kotanya.
Focus juga menggandeng orang tua dan lembaga lain untuk atasi isu kesetaraan gender dan tuna wisma, serta penyuluhan keselamatan (bersama Violence Reduction Network, terkait merebaknya tindak pidana penikaman dan orang muda yang membawa sajam).
“Sebagai praktisi profesional, kita menolong orang yang datang dengan imbalan atas jasa kita,” kata Kris Amliwala, FPFS, MSc, anggota dua tahun MDRT dari Leicester, yang mengenal Focus lima tahun lalu lewat sebuah grup networking setempat dan merekomendasikan lembaga ini untuk menerima hibah Yayasan MDRT. “Focus Charity menolong orang di masa sulit tanpa mengenakan biaya pada orang yang mereka temui.”
Hibah akan ikut mendanai program “Facing the Future” Focus, pelatihan kesehatan mental relawan untuk mendampingi orang muda yang terkendala biaya hidup, media sosial, situasi pascapandemi, atau sekian masalah lain yang beredar di berita dan di dunia. Lebih dari 20 relawan kini bisa mendeteksi bila orang muda sedang galau dengan kesehatan mentalnya dan membuka dialog atau merespons dengan tepat saat orang muda meminta bantuan. Hibah itu juga telah bantu membayar upah staf, pelatihan dan biaya untuk relawan, ongkos perjalanan untuk orang muda, dan cek latar belakang relawan guna memastikan keselamatan peserta.
“Banyak pemuda merasa hidupnya jauh dari harapan, tak ada jalan keluar, dunia ini kejam, dan tak ada yang peduli dengannya,” kata Lilley. “Kami coba tunjukkan bahwa mereka tinggal di kota istimewa yang kaya akan peluang dan warga yang sangat suportif lagi ramah, dan dunia ini bisa jadi tempat yang jauh lebih baik jika kita mau membuka mata.
“Terhormat rasanya menjadi bagian dari hal itu.”
Kontak
Kris Amliwala kris@dwm.uk.com